Landasan Kebijaksanaan Pengelolaan Sumber Daya Alam
Kebijakan pemerintah merupakan suatu
hal yang akan di lakukan maupun tidak di lakukan pemerintah dengan tujuan
tertentu, demi kepentingan bersama dan merupakan bagian dari keputusan
pemerintah itu sndiri. Dalam kepustakaan internasional biasa di sebut publik
policy. Kebijakan publik ini akan tetap terus berlangsung, selagi
pemerintah suatu negara masih ada untuk mengatur suatu keidupan bersama.
Berdasarkan yang tertuang dalam konsep demokarasi modern, kebijakan dari
pemerintah atau negara, bukan hanya berisi tentang argumentasi maupun suatu
pendapat para aparatur wakil rakyat belaka, namun opini dari publik atau biasa
di sebut publik opinion.
Hal itu tidak kalah penting dalam
mempertimbangkan pengambilan kebijakan pemerrintah. Dalam setiap pengabilan
kebijakan harus senantiasa berorientasi pada publik. Berdasarkan jenisnya
kebijakan pemerintah atau publik policy, di bedakan menjadi dua jenis yaitu,
kebijakan yang berbentuk peraturan pemerintah yang tertulis seperti halnya
peraturan perundangan, dan peraturan pemerintah yang tidak tertulis yang di
sepakati bersama, ialah berbentuk konvensi. Kebijakan pemerintah meliputi suatu program kegiatan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah di
rencanakan (planning) sebelumnya. Sehingga perumusan suatu kebijakan mempunyai
nilai (value) perbedaan serta persmaan dalam pengambilan keputusan.Dengan
demkian pembentukan kebijakan dapat dilakukan melalui pemilihan alternatif yang
sifatnya berlangsung secara terus-menerus.
Meskipun di Indonesia telah banyak
kebijakan yang telah di cetuskan, namun program dan rencana serta, peran dari
berbagai pihak ternyata masih saja muncul permaslahan terkait dengan sumber daya
alam, dan lingkungan hidup belum juga berakhir atau bisa di katakan tetap
terjadi. Sehubungan dengan hal demikian, kementrian Lingkungan Hidup telah
mendorong untuk menyempurnakan kebijakan, progran serta rencana yang ada. Dalam menyusun kebijakan ini digunakan perangkat Kajian Lingkungan
Strategis (KLS) terhadap kebijakan, rencana dan program yang telah ada dan
terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup. Secara
substansial, KLS merupakan suatu upaya sistematis dan logis dalam memberikan
landasan bagi terwujudnya pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup
secara berkelanjutan melalui proses
pengambilan keputusan yang berwawasan lingkungan. Dari
beberapa kebijakan pemerintah di bidang sumber daya alam dan lingkungan hidup,
terdapat kebijakan di bidang air dan energi, yang dapat dipedomani dan
disinergikan dengan kebijakan-kebijakan pembangunan lingkungan hidup di daerah.
Adapun
pokok-pokok kebijakan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bidang
air adalah:
1.
Kebijakan pelestarian
air perlu menempatkan sub sistem produksi air, distribusi air, dan konsumsi air dalam satu kesatuan yang meyeluruh dan terkait untuk
menuju pada pencapaian pola keseimbangan antar sub sistem tersebut.
2.
Kebijakan
sub sistem Produksi Air, meliputi (1) Konservasi ekosistem DAS dan sumber
air untuk menjamin pasokan air; (2) Mencegah dan memulihkan kerusakan
lingkungan terutama pada ekosistem DAS, (3) Mengendalikan pencemaran untuk
menjaga dan meningkatkan mutu air; (4) Optimalisasi pemanfaatan air hujan.
3.
Kebijakan
konsumsi air yang hemat dan efisien untuk mendukung pelestarian air.
4.
Kebijakan sub
sistem distribusi air, meliputi (1) merencanakan peruntukan air permukaan dan
air tanah (2) meningkatkan infrastruktur yang memadai.
5.
Kebijakan
penataan ruang, meliputi (1) Menetapkan rencana tata ruang sesuai daya dukung
dan daya tampung lingkungan (2) Konsistensi pemanfaatan ruang; (3) pengawasan
penataan ruang, (4) Meningkatkan akses informasi.
6.
Kebijakan
kelembagaan, meliputi (1) membentuk lembaga pengelola air, (2) mekanisme
penyelesaian sengketa air (3) Valuasi ekonomi, (4) insentif ekonomi.
Pokok-pokok
kebijakan sumber daya alam dan lingkungan hidup di bidang energi adalah:
1.
Kebijakan
pencegahan pencemaran; Baku Mutu Limbah Cair penambangan batu bara, Baku Mutu
kualitas udara ambient dan emisi gas buang kendaraan bermotor, dan pelaksanaan
AMDAL pada setiap kegiatan penambangan.
2.
Kebijakan
produksi dan penyediaan energi yang ramah lingkungan.
3.
Kebijakan
penguatan security of supply, dengan upaya penyediaan bahan bakar campuran BBM
seperti gahosol, biodisel, dll.
4.
Kebijakan
pemanfaatan energi yang ramah lingkungan.
5.
Kebijakan pemanfaatan energi tak terbarukan
dengan efisien dan hemat.
6. Kebijakan pemenfaatan energi terbarukan, dengan dorongan investasi dan
inovasi teknologi.
Arah kebijakan
pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup terdapat dalam GBHN 1999-2004
dan TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria
dan Pengelolaan Sumber Daya Alam. Berikut ini penjelasannya :
·
Arah Kebijakan Bidang
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup dalam GHBN 1999 – 2004
Mengelola
sumber daya alam dan memelihara daya dukungnya agar bermanfaat bagi peningkatan
kesejahteraan rakyat dari generasi ke generasi. Meningkatkan pemanfaatan
potensi sumber daya alam dan lingkungan hidup dengan melakukan konservasi,
rehabilitasi dan penghematan penggunaan, dengan menerapkan teknologi ramah
lingkungan. Menerapkan indikator-indikator yang memungkinkan pelestarian
kemampuan keterbaharuan dalam pengelolaan sumber daya alam yang dapat
diperbaharui untuk mencegah kerusakan yang tidak dapat balik. Mendelegasikan
secara bertahap wewenang pemerintah pusat kepada pemerintah daerah dalam
pelaksanaan pengelolaan sumber daya alam secara selektif dan pemeliharaan
lingkungan hidup sehingga kualitas ekosistem tetap terjaga, yang diatur dengan
undang-undang. Mendayagunakan sumber daya alam untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat dengan memperhatikan kelestarian fungsi dan keseimbangan
lingkungan hidup, pembangunan yang berkelanjutan, kepentingan ekonomi dan
budaya masyarakat lokal serta penataan ruang, yang pengusahaannya diatur dengan
undang-undang.
·
Arah kebijakan dalam
pengelolaan sumber daya alam dalam TAP MPR No. IX/MPR/2001 tentang
Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
Melakukan
pengkajian ulang terhadap berbagai peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pengelolaan sumber daya alam dalam rangka sinkronisasi kebijakan
antarsektor yang berdasarkan prinsip-prinsip sebagaimana dimaksud Pasal 5
Ketetapan ini. Mewujudkan optimalisasi pemanfaatan berbagai sumber daya alam
melalui identifikasi dan inventarisasi kualitas dan kuantitas sumber daya alam
sebagai potensi dalam pembangunan nasional. Memperluas pemberian akses
informasi kepada masyarakat mengenai potensi sumber daya alam di daerahnya dan
mendorong terwujudnya tanggung jawab sosial untuk menggunakan teknologi ramah
lingkungan termasuk teknologi tradisional. Memperhatikan sifat dan
karakteristik dari berbagai jenis sumber daya alam dan melakukan upaya-upaya
meningkatkan nilai tambah dari produk sumber daya alam tersebut. Menyelesaikan
konflik-konflik pemanfaatan sumber daya alam yang timbul selama ini sekaligus
dapat mengantisipasi potensi konflik di masa mendatang guna menjamin
terlaksananya penegakan hukum dengan didasarkan atas prinsip-prinsip
sebagaimana dimaksud Pasal 5 Ketetapan ini. Menyusun strategi pemanfaatan
sumber daya alam yang didasarkan pada optimalisasi manfaat dengan memperhatikan
kepentingan dan kondisi daerah maupun nasional.
Karakteristik Ekologi Sumber Daya Alam
Ekologi
adalah suatu kajian studi terhadap hubungan timbal balik (interaksi) antar
organism (antar makhluk hidup) dan antara organism (makhluk hidup) dengan
lingkungannya.
Faktor-faktor
pembatas ekologis ini perlu diperhitungkan agar pembangunan membawa hasil yang
lestari. Hubungan antara pengawetan ekosistem dan perubahan demi pembangunan
demi pembangunan ada tiga prinsip yang perlu diperhatikan, yaitu :
1. Kebutuhan
untuk memperhatikan kemampuan untuk membuat pilihan penggunaan sumber alam di
masa depan.
2. Kenyataan
bahwa peningkatan pembangunan pada daerah-daerah pertanian tradisional yang
telah terbukti berproduksi baik mempunyai kemungkinan besar untuk memperoleh
pengembalian modal yang lebih besar dibanding daerah yang baru.
3. Kenyataan
bahwa penyelamatan masyarakat biotis dan sumber alam yang khas merupakan
langkah pertama yang logis dalam pembangunan daerah baru, dengan alasan bahwa
sumber alam tersebut tak dapat digantikan dalam arti pemenuhan kebutuhan dan
aspirasi manusia, dan kontribusi jangka panjang terhadap pemantapan dan
produktivitas daerah (Dasmann, 1973)
Seperti
pernyataan diatas, Sumber daya alam ini adalah energi yang sifatnya tidak dapat
digantikan. Proses penggantian ini membutuhkan waktu yang sangat lama. Hampir
setiap waktu sumber daya alam ini tidak dapat terlepas dari kehidupan manusia.
Beberapa sampel yang bisa kita lihat bahwa sember daya alam ini tak bisa lepas
dari kehidupan kita sehari-hari.
Untuk
menjamin keberlanjutan fungsi layanan sosial-ekologi alam dan keberlanjutan
sumberdaya alam dalam cakupan wilayah yang lebih luas maka pendekatan
perencanaan SDA dengan instrumen penataan ruang harus dilakukan dengan
mempertimbangkan bentang alam dan kesatuan layanan ekosistem, endemisme dan
keterancaman kepunahan flora-fauna, aliran-aliran energi sosial dan kultural,
kesamaan sejarah dan konstelasi geo-politik wilayah.
Dengan
pertimbangan-pertimbangan ini maka pilihan-pilihan atas sistem budidaya,
teknologi pemungutan/ekstraksi SDA dan pengolahan hasil harus benar-benar
mempertimbangkan keberlanjutan ekologi dari mulai tingkat ekosistem lokal
sampai ekosistem regional yang lebih luas. Dengan pendekatan ekosistem yang
diperkaya dengan perspektif kultural seperti ini tidak ada lagi “keharusan”
untuk menerapkan satu sistem PSDA untuk wilayah yang luas. Hampir bisa
dipastikan bahwa setiap ekosistem bisa jadi akan membutuhkan sistem pengelolaan
SDA yang berbeda dari ekosistem di wilayah lain.
Keberhasilan
kombinasi beberapa pendekatan seperti ini membutuhkan partisipasi politik yang
tinggi dari masyarakat adat dalam proses penataan ruang dan penentuan kebijakan
pengelolaan SDA di wilayah ekosistem. Semakin tinggi partisipasi politik dari
pihak-pihak berkepentingan akan menghasilkan rencana tata ruang yang lebih
akomodatif terhadap kepentingan bersama yang “intangible” yang dinikmati
bersama oleh banyak komunitas yang tersebar di seluruh wilayah ekosistem
tersebut, seperti jasa hidrologis. Dalam konteks ini maka membangun kapasitas
masyarakat adat yang berdaulat (mandiri) harus diimbangi dengan jaringan
kesaling-tergantungan (interdependency) dan jaringan saling berhubungan
(interkoneksi) antar komunitas dan antar para pihak. Untuk bisa mengelola dinamika
politik di antar para pihak yang berbeda kepentingan seperti ini dibutuhkan
tatanan organisasi birokrasi dan politik yang partisipatif demokrasi
(participatory democracy).
Kondisi seperti ini bisa diciptakan
dengan pendekatan informal, misalnya dengan membentuk “Dewan Konsultasi
Multi-Pihak tentang Kebijakan Sumber Daya Alam Wilayah/Daerah” atau “Forum
Multi-Pihak Penataan Ruang Wilayah/Daerah” yang berada di luar struktur
pemerintahan tetapi secara politis dan hukum memiliki posisi cukup kuat untuk
melakukan intervensi kebijakan. Untuk wilayah/kabupaten yang populasi
masyarakat adatnya cukup banyak, maka wakil masyarakat adat dalam lembaga
seperti ini harus ada.
Sumber :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar