Kamis, 20 Oktober 2016

Metode Penelitian


PENDEKATAN, JENIS, DAN METODE
PENELITIAN PENDIDIKAN


Latar Belakang
Salah satu kompetensi yang harus dimiliki oleh Pengawas Satuan Pendidikan adalah mampu melakukan penelitian. Hal ini karena pekerjaan pengawas adalah sebuah profesi yang menuntut peningkatan pengetahuan dan keterampilan terus menerus sejalan dengan perkembangan pendidikan di lapangan. Setiap bidang pekerjaan selalu dihadapkan pada permasalahan yang selalu berkembang, baik berupa fenomena yang mengundang tanda tanya, maupun kesenjangan antara yang diharapkan dengan kenyataan. Permasalahan tersebut menuntut jawaban dan solusi yang dapat dipertanggung jawabkan. Kedudukan pengawas sebagai pembina para guru dan kepala sekolah, mengharuskan dia memiliki kesiapan memberikan solusi bagi permasalahan yang mereka hadapi. Ia dapat saja mengandalkan pengalaman, baik dirinya sendiri maupun orang lain, mengambil teori dari buku-buku, atau bahkan mengandalkan intuisi. Hal ini tentu tidak selamanya memuaskan, karena yang dituntut darinya adalah professional judgement yang dapat dijadikan acuan. Penelitian merupakan suatu bentuk kegiatan ilmiah untuk mendapatkan pengetahuan atau kebenaran. Ada dua teori kebenaran pengetahuan, yaitu teori koherensi dan korespondensi. Teori koherensi beranggapan bahwa suatu pernyataan dikatakan benar apabila sesuai dan tidak bertentangan dengan pernyataan sebelumnya. Aturan yang dipakai adalah logika berpikir atau berpikir logis. Sementara itu teori korenspondensi berasumsi bahwa sebuah pernyataan dipandang benar apabila sesuai dengan kenyataan (fakta atau realita). Untuk menemukan kebenaran yang logis dan didukung oleh fakta, maka harus dilakukan penelitian terlebih dahulu. Inilah hakikat penelitian sebagai kegiatan ilmiah atau sebagai proses the acquisition of knowledge. Dalam perkembangannya, terdapat berragam pendekatan, jenis serta metode penelitian sesuai dengan paradigma keilmuan serta realitas gejala yang hendak diungkap. Untuk dapat memilih pendekatan dan/atau metode yang tepat, seseorang dituntut memahami substansi keilmuan/bidang kajian dan metodologi penelitian. Hal ini tentu sangat dibutuhkan oleh pengawas, yang dalam tugasnya selalu dihadapkan pada persoalan pendidikan baik pada kawasan institusional maupun teknis operasional. Atas dasar inilah maka materi pendidikan dan latihan ini penting untuk disampaikan.

PENDEKATAN KUANTITATIF DAN KUALITATIF
Berdasarkan pendekatan yang mendasarinya, secara garis besar dapat dibedakan dua macam penelitian yaitu penelitian kuantitatif dan kualitatif. Kedua pendekatan tersebut memiliki asumsi, tujuan, karakteristik, dan prosedur yang berbeda. Namun demikian, permasalahannya tidak terletak pada keunggulan atau kelemahan setiap pendekatan, tetapi sejauh mana peneliti mampu bersikap responsif dengan mengembangkan desain yang tepat untuk penelitiannya. Pembahasan berikut ini tidak bermaksud mempermasalahkan kebenaran atau kekurangan kedua pendekatan penelitian melainkan untuk menguraikan perbedaan-perbedaan mendasar antara penelitian-penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif dan kualitatif dengan penekanan pada penelitian kualitatif (mengingat pendekatan penelitian kualitatif jarang dilakukan), serta kemungkinan untuk menggabungkan kedua pendekatan penelitian tersebut.
Penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif telah lama mendominasi tidak hanya pada penelitian ilmu-ilmu alam tetapi juga ilmu ilmu sosial. Prinsip-prinsip teoretis penelitian kuantitatif yang salah satunya adalah mengkonstruksikan pengetahuan pada prosedur eksplisit, eksak, formal dalam mendefinisikan konsep serta mengukur konsep-konsep dan variabel (Poerwandari, 1998). Namun, terdapat beberapa peneliti sosial yang melakukan penelitian kualitatif berpendapat bahwa fenomena-fenomena sosial sangat unik sehingga sulit dibakukan berdasarkan pengukuran tertentu bahkan dapat menghilangkan makna yang sesungguhnya.
A. Penelitian Kuantitatif
Beberapa penjelasan sebelumnya mengemukakan bahwa penelitian ilmiah adalah proses yang sistematis. Maknanya penelitian dilakukan dengan urutan dan prosedur tertentu yang bersifat tetap dan para peneliti mengikuti cara seperti itu dalam penelitiannya. Prosedur penelitian merupakan pedoman peneliti untuk melakukan penelitian dengan cara yang benar. Peneliti tidak dapat melakukan penelitian hanya dengan cara mengumpulkan data dan menganalisisnya, tetapi penelitian harus berawal dari penemuan permasalahan dan berlanjut kepada tahap-tahap selanjutnya. Proses penelitian ilmiah secara umum harus memenuhi tahapan perumusan masalah, telah teoretis, verifikasi data, dan kesimpulan. Tahap-tahap ini berlaku untuk pendekatan kuantitatif.
Pendekatan kuantitatif merupakan salah satu upaya pencarian ilmiah (scientific inquiry) yang didasari oleh filsafat positivisme logikal (logical positivism) yang beroperasi dengan aturan-aturan yang ketat mengenai logika, kebenaran, hukum-hukum, dan prediksi (Watson, dalam Danim 2002). Fokus penelitian kuantitatif diidentifikasikan sebagai proses kerja yang berlangsung secara ringkas, terbatas dan memilah-milah permasalahan menjadi bagian yang dapat diukur atau dinyatakan dalam angka-angka. Penelitian ini dilaksanakan untuk menjelaskan, menguji hubungan antar variabel, menentukan kasualitas dari variabel, menguji teori dan mencari generalisasi yang mempunyai nilai prediktif (untuk meramalkan suatu gejala). Penelitian kuantitatif menggunakan instrumen (alat pengumpul data) yang menghasilkan data numerikal (angka). Analisis data dilakukan menggunakan teknik statistik untuk mereduksi dan mengelompokan data, menentukan hubungan serta mengidentifikasikan perbedaan antar kelompok data. Kontrol, instrumen, dan analisis statistik digunakan untuk menghasilkan temuan-temuan penelitian secara akurat. Dengan demikian kesimpulan hasil uji hipotesis yang diperoleh melalui penelitian kuantitatif dapat diberlakukan secara umum.
Pendekatan kuantitatif seperti penjelasan di atas mementingkan adanya variabel-variabel sebagai obyek penelitian dan variabel-variabel tersebut harus didefenisikan dalam bentuk operasionalisasi variabel masing-masing. Penelitian kuantitatif memerlukan adanya hipotesis dan pengujiannya yang kemudian akan menentukan tahapan-tahapan berikutnya, seperti penentuan teknik analisa dan formula statistik yang akan digunakan. Pendekatan ini lebih memberikan makna dalam hubungannya dengan penafsiran angka. Terdapat sejumlah situasi yang menunjukkan kapan sebaiknya penelitian kuantitatif dipilih sebagai pendekatan antara lain:
1.    Bila masalah yang merupakan titik tolak penelitian sudah jelas. Masalah adalah penyimpangan yang terjadi antara harapan dengan kenyataan, aturan dengan pelaksanaan, antara teori dengan praktek, antara rencana dengan impelementasi atau tantangan dengan kemampuan. Masalah ini harus ditunjukkan dengan data, baik hasil pangamatan sendiri maupun pencermatan dokumen. Misalnya penelitian kuantitatif untuk menguji efektivitas pembelajaran dalam meningkatkan prestasi belajar siswa, maka data prestasi belajar siswa sebagai masalah harus ditunjukkan.
2.    Bila peneliti ingin mendapatkan informasi yang luas dari suatu populasi. Penelitian kuantitatif cocok digunakan untuk mendapatkan infomasi yang luas tetapi tidak mendalam. Bila populasi terlalu luas, maka penelitian dapat menggunakan sampel yang diambil dari populasi tersebut. Misalnya penelitian tentang disiplin kerja guru di Kabupaten Bandung. Peneliti dapat mengambil sampel yang representatif, tidak berarti harus semua guru di kabupaten Bandung menjadi sumber data penelitian.
3.    Bila ingin diketahui sejauh mana pengaruh perlakuan/ treatment terhadap subyek tertentu. Untuk kepentingan ini metode eksperimen paling cocok digunakan. Misalnya penelitian untuk mengetahui pengaruh penggunaan media pembelajaran audio-visual terhadap prestasi belajar siswa.
4.    Bila peneliti bermaksud menguji hipotesis penelitian. Hipotesis penelitian dapat berbentuk dugaan mengenai hubungan antar variabel (hipotesis asosiatif) ataupun perbedaan skor variabel antar kelompok (hipotesis komparatif). Misalnya peneliti ingin mengetahui perbedaan antara disiplin kerja guru laki-laki dengan guru perempuan. Hipotesis komparatif yang diuji adalah: “Terdapat perbedaan disiplin kerja guru laki-laki dengan guru perempuan”. Contoh lain misalnya peneliti ingin mengetahui hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja guru. Hipotesis asosiatif yang diuji dalam penelitian ini adalah: “Terdapat hubungan antara motivasi kerja dengan kinerja guru”.
5.    Bila peneliti ingin mendapatkan data yang akurat, berdasarkan fenomena yang empiris dan dapat diukur. Misalnya ingin mengetahui IQ guru pada sekolah tertentu, maka dilakukan pengukuran melalui tes IQ terhadap guru-guru pada sekolah yang bersangkutan.
6.    Bila peneliti ingin menguji terhadap adanya suatu keraguan tentang kebenaran pengetahuan, teori, dan produk atau kegiatan tertentu. Misalnya peneliti ingin mengetahun variabel yang lebih efektif apakah pembelajaran menggunakan metode diskusi atau penugasan. Dalam hal ini, peneliti harus mengukur hasil belajar siswa yang menggunakan metode diskusi dan hasil belajar siswa yang menggunakan metode penugasan. Pada tahap selanjutnya hasil pengukuran tersebut dibandingkan.


B. Pendekatan Penelitian Kualitatif
Membuat batasan atau definisi tentang penelitian kualitatif memang tidak mudah, mengingat banyaknya perbedaan pandangan yang ada. Sebagaimana telah dikemukakan bahwa dalam penelitian terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Dasar penelitian kualitatif adalah konstruktivisme yang berasumsi bahwa kenyataan itu berdimensi jamak, interaktif dan suatu pertukaran pengalaman sosial yang diinterpretasikan oleh setiap individu (Sukmadinata, 2005). Peneliti kualitatif percaya bahwa kebenaran adalah dinamis dan dapat ditemukan hanya melalui penelaahan terhadap orang-orang melalui interaksinya dengan situasi sosial mereka (Danim, 2002). Penelitian kualitatif mengkaji perspektif partisipan dengan strategi-strategi yang bersifat interaktif dan fleksibel. Penelitian kualitatif ditujukan untuk memahami fenomena-fenomena sosial dari sudut pandang partisipan. Dengan demikian penelitian kualitatif adalah penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah dimana peneliti merupakan instrumen kunci (Sugiyono, 2005). Pembahasan sebelumnya telah menjelaskan penelitian dengan pendekatan kuantitatif. Pendekatan kuantitatif dimulai dengan proses berpikir deduktif untuk mendapatkan hipotesis, kemudian melakukan verifikasi data empiris, dan menguji hipotesis berdasarkan data empiris, serta menarik kesimpulan atas dasar hasil pengujian hipotesis. Untuk itu, peranan statistika sangat diperlukan dalam proses analisis data. Penelitian pendidikan akhir akhir ini sudah mulai memusatkan perhatian kepada konsep-konsep yang timbul dari data. Dengan demikian perhatian bukan kepada angka-angka yang diperoleh melalui pengukuran empiris, namun pada konsep-konsep yang terdapat di dalamnya. Suatu peristiwa empiris dapat menghasilkan suatu konsep. Konsep-konsep yang timbul dari data empiris dicari hubungannya untuk membentuk teori. Atas dasar uraian di atas, dapat dikemukakan lima ciri pokok sebagai karakteristik penelitian kualitatif yaitu:
1. Menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data
2. Memiliki sifat deskriptif analitik
3. Tekanan pada proses bukan hasil
4. Bersifat induktif
5. Mengutamakan makna
Penelitian kualitatif menggunakan lingkungan alamiah sebagai sumber data. Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu situasi sosial merupakan kajian utama penelitian kualitatif. Peneliti pergi ke lokasi tersebut, memahami dan mempelajari situasi. Studi dilakukan pada waktu interaksi berlangsung di tempat kejadian. Peneliti mengamati, mencatat, bertanya, menggali sumber yang erat hubungannya dengan peristiwa yang terjadi saat itu. Hasil-hasil yang diperoleh pada saat itu segera disusun saat itu pula. Apa yang diamati pada dasarnya tidak lepas dari konteks lingkungan di mana tingkah laku berlangsung. Misalnya peneliti ingin mengetahui peran kepala sekolah dalam pembinaan guru. Peneliti harus mendatangi suatu sekolah kemudian mengali informasi yang terkait dengan peran kepala sekolah dalam pembinaan guru baik itu dari kepala sekolah, guru, maupun dokumen sekolah.
Penelitian kualitatif sifatnya deskriptif analitik. Data yang diperoleh seperti hasil pengamatan, hasil wawancara, hasil pemotretan, analisis dokumen, catatan lapangan, disusun peneliti di lokasi penelitian, tidak dituangkan dalam bentuk dan angka-angka. Peneliti segera melakukan analisis data dengan memperkaya informasi, mencari hubungan, membandingkan, menemukan pola atas dasar data aslinya (tidak ditransformasi dalam bentuk angka). Hasil analisis data berupa pemaparan mengenai situasi yang diteliti yang disajikan dalam bentuk uraian naratif. Hakikat pemaparan data pada umumnya menjawab pertanyaan-pertanyaan mengapa dan bagaimana suatu fenomena terjadi. Untuk itu peneliti dituntut memahami dan menguasai bidang ilmu yang ditelitinya sehingga dapat memberikan justifikasi mengenai konsep dan makna yang terkandung dalam data. Misalnya ketika peneliti ingin mengetahui peran kepala sekolah dalam pembinaan guru, berdasarkan data/informasi yang ada peneliti harus mampu menguraikan tujuan kepala sekolah dalam pembinaan guru, langkah-langkah yang dilakukan kepala sekolah dalam pembinaan guru, serta bagaimana respon guru terhadap pembinaan yang dilakukan oleh kepala sekolah.
Tekanan penelitian kualitatif ada pada proses bukan pada hasil. Data dan informasi yang diperlukan berkenaan dengan pertanyaan apa, mengapa, dan bagaimana untuk mengungkap proses bukan hasil suatu kegiatan. Apa yang dilakukan, mengapa dilakukan dan bagaimana cara melakukannya memerlukan pemaparan suatu proses mengenai fenomena tidak dapar dilakukan dengan ukuran frekuensinya saja. Pertanyaan di atas menuntut gambaran nyata tentang kegiatan, prosedur, alasan-alasan, dan interaksi yang terjadi dalam konteks lingkungan di mana dan pada saat mana proses itu berlangsung. Proses alamiah dibiarkan terjadi tanpa intervensi peneliti, sebab proses yang terkontrol tidak akan menggambarkan keadaan yang sebenarnya. Peneliti tidak perlu mentaransformasi data menjadi angka untuk mengindari hilangnya informasi yang telah diperoleh. Makna suatu proses dimunculkan konsep-konsepnya untuk membuat prinsip bahkan teori sebagai suatu temuan atau hasil penelitian tersebut. Misalnya ketika meneliti peran kepala sekolah dalam pembinaan guru, peneliti tidak mengukur frekuensi pembinaan yang dilakukan akan tetapi mengamati untuk apa pembinaan dilakukan serta bagaimana cara pembinaan dilaksanakan. Penelitian kualitatif sifatnya induktif. Penelitian kualitatif tidak dimulai dari deduksi teori, tetapi dimulai dari lapangan yakni fakta empiris. Peneliti terjun ke lapangan, mempelajari suatu proses atau penemuan yang tenjadi secara alami, mencatat, menganalisis, menafsirkan dan melaporkan serta menarik kesimpulan-kesimpulan dari proses tersebut. Kesimpulan atau generalisasi kepada lebih luas tidak dilakukan, sebab proses yang sama dalam konteks lingkungan tertentu, tidak mungkin sama dalam konteks lingkungan yang lain baik waktu maupun tempat. Temuan penelitian dalam bentuk konsep, prinsip, hukum, teori dibangun dan dikembangkan dari lapangan bukan dari teori yang telah ada. Prosesnya induktif yaitu dari data yang terpisah namun saling berkaitan. Misalnya ketika meneliti peran kepala sekolah dalam membina guru, peneliti harus berusaha menemukan prinsip dan konsep-konsep atas dasar fakta. Peneliti tidak berupaya menerapkan teori/konsep yang terkait dengan pembinaan, akan tetapi berusaha menemukan konsep berdasarkan fakta dari lapangan. Penelitian kualitatif mengutamakan makna. Makna yang diungkap berkisar pada persepsi orang mengenai suatu peristiwa. Misalnya penelitian tentang peran kepala sekolah dalam pembinaan guru, peneliti memusatkan perhatian pada pendapat kepala sekolah tentang guru yang dibinanya. Peneliti mencari informasi dari kepala sekolah dan pandangannya tentang keberhasilan dan kegagalan membina guru. Apa yang dialami dalam membina guru, mengapa guru gagal dibina, dan bagaimana hal itu terjadi. Sebagai bahan pembanding peneliti mencari informasi dari guru agar dapat diperoleh titik-titik temu dan pandangan mengenai mutu pembinaan yang dilakukan kepala sekolah. Ketepatan informasi dari partisipan (kepala sekolah dan guru) diungkap oleh peneliti agar dapat menginterpretasikan hasil penelitian secara sahih dan tepat.
Berdasarkan ciri di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif tidak dimulai dari teori yang dipersiapkan sebelumnya, tapi dimulai dari lapangan berdasarkan lingkungan alami. Data dan informasi lapangan ditarik maknanya dan konsepnya, melalui pemaparan deskriptif analitik, tanpa harus menggunakan angka, sebab lebih mengutamakan proses terjadinya suatu peristiwa dalam situasi yang alami. Generalisasi tak perlu dilakukan sebab deskripsi dan interpretasi terjadi dalam konteks dan situasi tertentu. Realitas yang kompleks dan selalu berubah menuntut peneliti cukup lama berada di lapangan.

METODE PENELITIAN PENDIDIKAN
Metode penelitian berhubungan erat dengan prosedur, teknik, alat, serta desain penelitian yang digunakan. Desain penelitian harus cocok dengan pendekatan penelitian yang dipilih. Prosedur, teknik, serta alat yang digunakan dalam penelitian harus cocok pula dengan metode penelitian yang ditetapkan. Sebelum penelitian dilaksanakan, peneliti perlu menjawab sekurang-kurangnya tiga pertanyaan pokok (Nazir, 1985) yaitu:
1. Urutan kerja atau prosedur apa yang harus dilakukan dalam melaksanakan
suatu penelitian?
2. Alat-alat (instrumen) apa yang akan digunakan dalam mengukur ataupun
dalam mengumpulkan data serta teknik apa yang akan digunakan dalam
menganalisis data?
3. Bagaimana melaksanakan penelitian tersebut?
Jawaban atas ketiga pertanyaan tersebut memberikan kepada peneliti urutanurutan
pekerjaan yang terus dilakukan dalam suatu penelitian. Hal ini sangat
membantu peneliti untuk mengendalikan kegiatan atau tahap-tahap kegiatan
serta mempermudah mengetahui kemajuan (proses) penelitian.
Metode penelitian menggambarkan rancangan penelitian yang meliputi prosedur atau langkah-langkah yang harus ditempuh, waktu penelitian, sumber data, serta dengan cara apa data tersebut diperoleh dan diolah/dianalisis. Dalam prakteknya terdapat sejumlah metode yang biasa digunakan untuk kepentingan penelitian. Berdasarkan sifat-sifat masalahnya, Suryabrata (1983) mengemukakan sejumlah metode penelitian yaitu sebagai berikut
1.    Penelitian Historis yang bertujuan untuk membuat rekonstruksi masa lampau secara sistematis dan obyektif.
2.    Penelitian Deskriptif yang yang bertujuan untuk membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta dan sifat populasi atau daerah tertentu.
3.    Penelitian Perkembangan yang bertujuan untuk menyelidiki pola dan urutan pertumbuhan dan/atau perubahan sebagai fungsi waktu.
4.    Penelitian Kasus/Lapangan yang bertujuan untuk mempelajari secara intensif latar belakang keadaan sekarang dan interaksi lingkungan suatu obyek
5.    Penelitian Korelasional yang bertujuan untuk mengkaji tingkat keterkaitan antara variasi suatu faktor dengan variasi faktor lain berdasarkan koefisien korelasi
6.    Penelitian Eksperimental suguhan yang bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab akibat dengan melakukan kontrol/kendali
7.    Penelitian Eksperimental semu yang bertujuan untuk mengkaji kemungkinan hubungan sebab akibat dalam keadaan yang tidak memungkinkan ada kontrol/kendali, tapi dapat diperoleh informasi pengganti bagi situasi dengan pengendalian
8.    Penelitian Kausal-komparatif yang bertujuan untuk menyelidiki kemungkinan hubungan sebab-akibat, tapi tidak dengan jalan eksperimen tetapi dilakukan dengan pengamatan terhadap data dari faktor yang diduga menjadi penyebab, sebagai pembanding.
9.    Penelitian Tindakan yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan baru atau pendekatan baru dan diterapkan langsung serta dikaji hasilnya.

McMillan dan Schumacher (2001) memberikan pemahaman tentang metode penelitian dengan mengelompokkannya dalam dua tipe utama yaitu kuantitatif dan kualitatif .

Banyaknya jenis metode sebagaimana dikemukakan di atas, dilandasi oleh adanya perbedaan pandangan dalam menetapkan masing-masing metode. Uraian selanjutnya tidak akan mengungkap semua jenis metode yang dikemukakan di atas tetapi membahas secara singkat beberapa metode penelitian sederhana yang sering digunakan dalam penelitian pendidikan.

A. Penelitian Deskriptif
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang berusaha mendeskripsikan suatu gejala, peristiwa, kejadian yang terjadi saat sekarang. Penelitian deskriptif memusatkan perhatian kepada masalah-masalah aktual sebagaimana adanya pada saat penelitian berlangsung. Melalui penelitian deskriptif, peneliti berusaha mendeskripsikan peristiwa dan kejadian yang menjadi pusat perhatian tanpa memberikan perlakukan khusus terhadap peristiwa tersebut. Variabel yang diteliti bisa tunggal (satu variabel) bisa juga lebih dan satu variabel. Penelitian deskriptif sesuai karakteristiknya memiliki langkah-langkah tertentu dalam pelaksanaannya. Langkah-langkah tersebut adalah sebagai berikut:
1.    Perumusan masalah. Metode penelitian manapun harus diawali dengan adanya masalah, yakni pengajuan pertanyaan-pertanyaan penelitian yang jawabannya harus dicari menggunakan data dari lapangan. Pertanyaan masalah mengandung variabel-variabel yang menjadi kajian dalam studi ini. Dalam penelitian deskriptif peneliti dapat menentukan status variabel atau mempelajari hubungan antara variabel.
2.    Menentukan jenis informasi yang diperlukan. Dalam hal ini peneliti perlu menetapkan informasi apa yang diperlukan untuk menjawab pertanyaan atau masalah yang telah dirumuskan. Apakah informasi kuantitatif ataukah kualitatif. Informasi kuantitatif berkenaan dengan data atau informasi dalam bentuk bilangan/angka seperti.
3.    Menentukan prosedur pengumpulan data. Ada dua unsur penelitian yang diperlukan, yakni instrumen atau alat pengumpul data dan sumber data atau sampel yakni dari mana informasi itu sebaiknya diperoleh. Dalam penelitian ada sejumlah alat pengumpul data antara lain tes, wawancara, observasi, kuesioner, sosiometri. Alat-alat tersebut lazim digunakan dalam penelitian deskriptif. Misalnya untuk memperoleh informasi mengenai langkah-langkah guru mengajar, alat atau instrumen yang tepat digunakan adalah observasi atau pengamatan. Cara lain yang mungkin dipakai adalah wawancara dengan guru mengenai langkah-langkah mengajar. Agar diperoleh sampel yang jelas, permasalahan penelitian harus dirumuskan sekhusus mungkin sehingga memberikan arah yang pasti terhadap instrumen dan sumber data.
4.    Menentukan prosedur pengolahan informasi atau data. Data dan informasi yang telah diperoleh dengan instrumen yang dipilih dan sumber data atau sampel tertentu masih merupakan informasi atau data kasar. Informasi dan data tersebut perlu diolah agar dapat dijadikan bahan untuk menjawab pertanyaan penelitian.
5.    Menarik kesimpulan penelitian. Berdasarkan hasil pengolahan data di atas, peneliti menyimpulkan hasil penelitian deskriptif dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan penelitian dan mensintesiskan semua jawaban tersebut dalam satu kesimpulan yang merangkum permasalahan penelitian secara keseluruhan.

B. Studi Kasus
Studi kasus pada dasarnya mempelajari secara intensif seseorang individu atau kelompok yang dipandang mengalami kasus tertentu. Misalnya, mempelajari secara khusus kepala sekolah yang tidak disiplin dalam bekerja . Terhadap kasus tersebut peneliti mempelajarinya secara mendalam dan dalam kurun waktu cukup lama. Mendalam, artinya mengungkap semua variabel yang dapat menyebabkan terjadinya kasus tersebut dari berbagai aspek. Tekanan utama dalam studi kasus adalah mengapa individu melakukan apa yang dia lakukan dan bagaimana tingkah lakunya dalam kondisi dan pengaruhnya terhadap lingkungan. Untuk mengungkap persoalan kepala sekolah yang tidak disiplin peneliti perlu mencari data berkenaan dengan pengalamannya pada masa lalu, sekarang, lingkungan yang membentuknya, dan kaitan variabel-variabel yang berkenaan dengan kasusnya. Data diperoleh dari berbagai sumber seperti rekan kerjanya, guru, bahkan juga dari dirinya. Teknik memperoleh data sangat komprehensif seperti observasi perilakunya, wawancara, analisis dokumenter, tes, dan lain-lain bergantung kepada kasus yang dipelajari. Setiap data dicatat secara cermat, kemudian dikaji, dihubungkan satu sama lain, kalau perlu dibahas dengan peneliti lain sebelum menarik kesimpulan kesimpulan penyebab terjadinya kasus atau persoalan yang ditunjukkan oleh individu tersebut. Studi kasus mengisyaratkan pada penelitian kualitatif.
Kelebihan studi kasus dari studi lainnya adalah, bahwa peneliti dapat mempelajari subjek secara mendalam dan menyeluruh. Namun kelemahanya sesuai dengan sifat studi kasus bahwa informasi yang diperoleh sifatnya subyektif, artinya hanya untuk individu yang bersangkutan dan belum tentu dapat digunakan untuk kasus yang sama pada individu yang lain. Dengan kata lain, generalisasi informasi sangat terbatas penggunaannya. Studi kasus bukan untuk menguji hipotesis, namun sebaliknya hasil studi kasus dapat menghasilkan hipotesis yang dapat diuji melalui penelitian lebih lanjut. Banyak teori, konsep dan prinsip dapat dihasilkan dan temuan studi kasus.

C. Penelitian Survei
Penelitian survei cukup banyak digunakan untuk pemecahan masalah masalah pendidikan termasuk kepentingan perumusan kebijaksanaan pendidikan. Tujuan utamanya adalah mengumpulkan informasi tentang variabel dari sekolompok obyek (populasi). Survei dengan cakupan seluruh populasi (obyek) disebut sensus. Sedangkan survei yang mempelajari sebagian populasi dinamakan sampel survei. Untuk kepentingan pendidikan, survei biasanya mengungkap permasalahan yang berkenaan dengan berapa banyak siswa yang mendaftar dan diterima di suatu sekolah? Berapa jumlah siswa rata-rata dalam satu kelas? Berapa banyak guru yang telah memenuhi kualifikasi yang telah ditentukan? Pertanyaan-pertanyaan kuantitatif seperti itu diperlukan sebagai dasar perencanaan dan pemecahan masalah pendidikan di sekolah. Pada tahap selanjutnya dapat pula dilakukan perbadingan atau analsis hubungan antara variabel tersebut. Survei dapat pula dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel seperti pendapat, persepsi, sikap, prestasi, motivasi, dan lain-lain. Misalnya persepsi kepala sekolah terhadap otonomi pendidikan, persepsi guru terhadap KTSP, pendapat orangtua siswa tentang MBS, dan lain-lain. Peneliti dapat mengukur variabel-variabel tersebut secara jelas dan pasti. Informasi yang diperoleh mungkin merupakan hal penting sekali bagi kelompok tertentu walaupun kurang begitu bermanfaat bagi ilmu pengetahuan.
Survei dalam pendidikan banyak manfaatnya baik untuk memecahkan masalah masalah praktis maupun untuk bahan dalam merumuskan kebijaksanaan pendidikan bahkan juga untuk studi pendidikan dalam hubungannya dengan pembangunan. Melalui metode ini dapat diungkapkan masalah-masalah aktual dan mendeskripsikannya, mempelajari hubungan dua variabel atau lebih, membandingkan kondisi-kondisi yang ada dengan kriteria yang telah ditentukan, atau menilai efektivitas suatu program.

D. Studi Korelasional
Seperti halnya survei, metode deskriptif lain yang sering digunakan dalam pendidikan adalah studi korelasi. Studi ini mempelajari hubungan dua variabel atau lebih, yakni sejauh mana variasi dalam satu variabel berhubungan dengan variasi dalam variabel lain. Derajat hubungan variabelvariabel dinyatakan dalam satu indeks yang dinamakan koefisien korelasi. Koefisien korelasi dapat digunakan untuk menguji hipotesis tentang hubungan antar variabel atau untuk menyatakan besar-kecilnya hubungan antara kedua variabel.
Studi korelasi yang bertujuan menguji hipotesis, dilakukan dengan cara mengukur sejumlah variabel dan menghitung koefisien korelasi antara variabel-variabel tersebut, agar dapat ditentukan variabel-variabel mana yang berkorelasi. Misalnya peneliti ingin mengetahui variabel-variabel mana yang sekiranya berhubungan dengan kompetensi profesional kepala sekolah. Semua variabel yang ada kaitannya (misal latar belakang pendidikan, supervisi akademik, dll) diukur, lalu dihitung koefisien korelasinya untuk mengetahui variabel mana yang paling kuat hubungannya dengan kemampuan manajerial kepala sekolah. Kekuatan hubungan antar variabel penelitian ditunjukkan oleh koefisien korelasi yang angkanya bervariasi antara -1 sampai +1. Koefisien korelasi adalah besaran yang diperoleh melalui perhitungan statistik berdasarkan kumpulan data hasil pengukuran dari setiap variabel. Koefisien korelasi positif menunjukkan hubungan yang berbanding lurus atau kesejajaran, koefisien korelasi negatif menunjukkan hubungan yang berbading terbalik atau ketidak-sejajaran. Angka 0 untuk koefisien korelasi menunjukkan tidak ada hubungan antar variabel. Makin besar koefisien korelasi baik itu pada arah positif ataupun negatif, makin besar kekuatan hubungan antar variabel.
Misalnya, terdapat korelasi positif antara variabel IQ dengan prestasi belajar; mengandung makna IQ yang tinggi akan diikuti oleh prestasi belajar yang tinggi; dengan kata lain terdapat kesejajaran antara IQ dengan prestasi belajar. Sebaliknya, korelasi negatif menunjukkan bahwa nilai tinggi pada satu variabel akan diikuti dengan nilai rendah pada variabel lainnya. Misalnya, terdapat korelasi negatif antara absensi (ketidakhadiran) dengan prestasi belajar; mengandung makna bahwa absensi yang tinggi akan diikuti oleh prestasi belajar yang rendah; dengan kata lain terdapat ketidaksejajaran antara absensi dengan prestasi belajar. Dalam suatu penelitian korelasional, paling tidak terdapat dua variabel yang harus diukur sehingga dapat diketahui hubungannya. Di samping itu dapat pula dianalisis hubungan antara dari tiga variabel atau lebih. Makna suatu korelasi yang dinotasikan dalam huruf r (kecil) bisa mengandung tiga hal. Pertama, kekuatan hubungan antar variabel, kedua, signifikansi statistik hubungan kedua variabel tersebut, dan ketiga arah korelasi. Kekuatan hubungan dapat dilihat dan besar kecilnya indeks korelasi. Nilai yang mendekati nol berarti lemahnya hubungan dan sebaliknya nilai yang mendekati angka satu menunjukkan kuatnya hubungan. Faktor yang cukup berpengaruh terhadap besar kecilnya koefisien korelasi adalah keterandalan instrumen yang digunakan dalam pengukuran. Tes hasil belajar yang terlalu mudah bagi anak pandai dan terlalu sukar untuk anak bodoh akan menghasilkan koefisien korelasi yang kecil. Oleh karena itu instrumen yang tidak memiliki keterandalan yang tinggi tidak akan mampu mengungkapkan derajat hubungan yang bermakna atau signifikan.

E. Penelitian Eksperimen
Penelitian eksperimen dapat didefinisikan sebagai metode sistematis guna membangun hubungan yang mengandung fenomena sebab akibat. Penelitian eksperimen merupakan metode inti dari model penelitian yang menggunakan pendekatan kuantitatif. Dalam metode eksperimen, peneliti harus melakukan tiga persyaratan yaitu kegiatan mengontrol, kegiatan memanipulasi, dan observasi. Dalam penelitian eksperimen, peneliti membagi objek atau subjek yang diteliti menjadi 2 kelompok yaitu kelompok treatment yang mendapatkan perlakuan dan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan perlakuan. Karakteristik penelitian eksperimen yaitu:
1.    Memanipulasi/merubah secara sistematis keadaan tertentu.
2.    Mengontrol variabel yaitu mengendalikan kondisi-kondisi penelitian ketika berlangsungnya manipulasi
3.    Melakukan observasi yaitu mengukur dan mengamati hasil manipulasi.
Proses penyusunan penelitian eksperimen pada prisnsipnya sama dengan jenis penelitian lainnya. Secara eksplisit dapat dilihat sebagai berikut:
1.    Melakukan kajian secara induktif yang berkaitan dengan permasalahan yang hendak dipecahkan
2.    Mengidentifikasikan permasalahan
3.    Melakukan studi litelatur yang relevan, mempormulasikan hipotesis penelitian, menentukan definisi operasional dan variabel.
4.    Membuat rencana penelitian mencakup: identifikasi variabel yang tidak diperlukan, menentukan cara untuk mengontrol variabel, memilih desain eksperimen yang tepat, menentukan populasi dan memilih sampel penelitian, membagi subjek ke dalam kelompok kontrol dan kelompok eksperimen, membuat instrumen yang sesuai, mengidentifikasi prosedur pengumpulan data dan menentukan hipotesis.
5.    Melakukan kegiatan eksperimen (memberi perlakukan pada kelompok eksperimen)
6.    Mengumpulkan data hasil eksperimen
7.    Mengelompokan dan mendeskripsikan data setiap variabel
8.    Melakukan analisis data dengan teknik statistika yang sesuai
9.    Membuat laporan penelitian eksperimen.
Dalam penelitian eksperimen peneliti harus menyusun variabel variabel minimal satu hipotesis yang menyatakan hubungan sebab akibat diantara variabel-variabel yang terjadi. Variabel-variabel yang diteliti termasuk variabel bebas dan variabel terikat sudah ditentukan secara tegas oleh peneliti sejak awal penelitian. Dalam bidang pembelajaran misalnya yang diidentifikasikan sebagai variabel bebas antara lain: metode mengajar, macam-macam penguatan, frekuensi penguatan, sarana-prasarana pendidikan, lingkungan belajar, materi belajar, jumlah kelompok belajar. Sedangkan yang diidentifikasikan variabel terikat antara lain: hasil belajar siswa, kesiapan belajar siswa, kemandirian siswa.

F. Penelitian Tindakan
Penelitian tindakan adalah suatu bentuk penelitian refleleksi-diri yang dilakukan oleh para partisipan dalam situasi-situasi sosial (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki praktek yang dilakukan sendiri. Dengan demikian akan diperoleh pemahaman mengenai praktek tersebut dan situasi di mana praktek tersebut dilaksanakan. Terdapat dua esensi penelitian tindakan yaitu perbaikan dan keterlibatan. Hal ini mengarahkan tujuan penelitian tindakan ke dalam tiga area yaitu: (1) Untuk memperbaiki praktek; (2) Untuk pengembangan profesional dalam arti meningkatkan pemahaman/kemampuan para praktisi terhadap praktek yang dilaksanakannya; (3) Untuk memperbaiki keadaan atau situasi di mana praktek tersebut dilaksanakan.
Penelitian tindakan bertujuan untuk mengungkap penyebab masalah dan sekaligus memberikan langkah pemecahan terhadap masalah. Langkahlangkah pokok yang ditempuh akan membentuk suatu siklus sampai dirasakannya ada suatu perbaikkan. Siklus pertama dan siklus-siklus berikutnya yaitu: (1) penetapan fokus masalah penelitian, (2) perencanaan tindakan perbaikan, (3) pelaksanaan tindakan perbaikan, observasi dan interpretasi, (4) analisis dan refleksi, dan (5) perencanaan tindak lanjut. Mengingat besarnya manfaat penelitian tindakan dalam bidang pendidikan, uraian spesifik akan dijelaskan dalam materi tersendiri.

G. Metode Penelitian dan Pengembangan (R&D)
Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah strategi atau metode penelitian yang cukup ampuh untuk memperbaiki praktek. Yang dimaksud dengan Penelitian dan Pengembangan atau Research and Development (R&D) adalah rangkaian proses atau langkah-langkah dalam rangka mengembangkan suatu produk baru atau menyempurnakan produk yang telah ada agar dapat dipertanggungjawabkan. Produk tersebut tidak selalu berbentuk benda atau perangkat keras (hardware), seperti buku, modul, alat bantu pembelajaran di kelas atau di laboratorium, tetapi bisa juga perangkat lunak (software), seperti program komputer untuk pengolahan data, pembelajaran di kelas, perpustakaan atau laboratorium, ataupun model-model pendidikan, pembelajaran, pelatihan, bimbingan, evaluasi, sistem manajemen, dan lain-lain. Penelitian dalam bidang pendidikan pada umumnya jarang diarahkan pada pengembangan suatu produk, tetapi ditujukan untuk menemukan pengetahuan baru berkenaan dengan fenomena-fenomena yang bersifat fundamental, serta praktek-praktek pendidikan. Penelitian dan pengembangan merupakan metode penghubung atau pemutus kesenjangan antara penelitian dasar dengan penelitian terapan. Sering dihadapi adanya kesenjangan antara hasil-hasil penelitian dasar yang bersifat teoretis dengan penelitian terapan yang bersifat praktis. Kesenjangan ini dapat dihilangkan atau disambungkan dengan penelitian dan pengembangan. Dalam pelaksanaan penelitian dan pengembangan, terdapat beberapa metode yang digunakan, yaitu metode: deskriptif, evaluatif, dan eksperimental.
Penelitian deskriptif digunakan dalam penelitian awal untuk menghimpun data tentang kondisi yang ada. Kondisi yang ada mencakup: (1) Kondisi produk-produk yang sudah ada sebagai bahan perbandingan atau bahan dasar (embrio) produk yang akan dikembangkan, (2) Kondisi pihak pengguna (dalam bidang pendidikan misalnya sekolah, guru, kepala sekolah, siswa, serta pengguna lainnya); (3) Kondisi faktor-faktor pendukung dan penghambat pengembangan dan penggunaan dari produk yang akan dihasilkan, mencakup unsur pendidik dan tenaga kependidikan, saranaprasarana, biaya, pengelolaan, dan lingkungan pendidikan di mana produk tersebut akan diterapkan.
Metode evaluatif, digunakan untuk mengevaluasi produk dalam proses uji coba pengembangan suatu produk. Produk penelitian dikembangkan melalui serangkaian uji coba dan pada setiap kegiatan uji coba diadakan evaluasi, baik itu evaluasi hasil maupun evaluasi proses. Berdasarkan temuan-temuan pada hasil uji coba diadakan penyempurnaan (revisi model).
Metode eksperimen digunakan untuk menguji keampuhan dari produk yang dihasilkan. Walaupun dalam tahap uji coba telah ada evaluasi (pengukuran), tetapi pengukuran tersebut masih dalam rangka pengembangan produk, belum ada kelompok pembanding. Dalam eksperimen telah diadakan pengukuran selain pada kelompok eksperimen juga pada kelompok pembanding atau kelompok kontrol. Pemilihan kelompok eksperimen dan kelompok kontrol dilakukan secara acak atau random. Pembandingan hasil eksperimen pada kedua kelompok tersebut dapat menunjukkan tingkat keampuhan dan produk yang dihasilkan.

Analisis dan Pembahasan
Metode penelitian terdapat dua pendekatan yaitu pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi suatu situasi tertentu (dalam konteks tertentu), lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Pendekatan kualitatif lebih mementingkan proses dibandingkan hasil. Oleh karena itu urutan kegiatan dapat berubah-ubah tergantung kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan
Metode Penelitian pendidikan terdiri dari 6 metode diantaranya penelitian deskriptif, studi kasus, penelitian survei, studi korelasional, penelitian eksperimen, dan R&D. Metode penelitian dalam bidang pendidikan dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah praktis maupun untuk bahan dalam merumuskan kebijaksanaan pendidikan bahkan juga untuk studi pendidikan dalam hubungannya dengan pembangunan misalnya digunakan untuk memperoleh informasi mengenai langkah-langkah guru mengajar, untuk mengungkap persoalan kepala sekolah yang tidak disiplin, menilai efektivitas suatu program, ingin mengetahui variabel-variabel mana (misal latar belakang pendidikan, supervisi akademik, dan sebagainya) yang sekiranya berhubungan dengan kompetensi profesional kepala sekolah dan lainnya. Berdasarkan hal-hal tersebut metode penelitian cukup penting dalam bidang pendidikan.


Sumber :

Minggu, 24 April 2016

Hukum Industri (tugas 2)


       Hak Merek
Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. (Menurut UU No.15 Tahun 2001)
Merek dapat dibedakan dalam beberapa macam, antara lain:
·      Merek Dagang: merek digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan hukum untuk membedakan dengan barang sejenis.
·      Merek Jasa: merek digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang/beberapa orang/badan hukun untuk membedakan dengan jasa sejenis.
·      Merek Kolektif: merek digunakan pada barang/jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang/badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang/ jasa sejenisnya.
Sedangkan pengertian dari Hak Merek adalah hak ekslusif yang diberikan oleh negara kepada pemilik merek terdaftar dalam daftar umum merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri merek tersebut atau memberikan ijin kepada pihak lain untuk menggunakannya.
Fungsi Merek
Menurut Endang Purwaningsih, suatu merek digunakan oleh produsen atau pemilik merek untuk melindungi produknya, baik berupa jasa atau barang dagang lainnya, menurut beliau suatu merek memiliki fungsi sebagai berikut:
·      Fungsi pembeda, yakni membedakan produk yang satu dengan produk perusahaan lain
·      Fungsi jaminan reputasi, yakni selain sebagai tanda asal usul produk, juga secara pribadi  menghubungkan reputasi produk bermerek tersebut dengan produsennya, sekaligus memberikan jaminan kualitas akan produk tersebut.
·      Fungsi promosi, yakni merek juga digunakan sebagai sarana memperkenalkan dan mempertahankan reputasi produk lama yang diperdagangkan, sekaligus untuk menguasai pasar.
·      Fungsi rangsangan investasi dan pertumbuhan industri, yakni merek dapat menunjang pertumbuhan industri melalui penanaman modal, baik asing maupun dalam negeri dalam menghadapi mekanisme pasar bebas.
Fungsi merek dapat dilihat dari sudut produsen, pedagang dan konsumen. Dari segi produsen merek digunakan untuk jaminan nilai hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas, kemudian pemakaiannya, dari pihak pedagang, merek digunakan untuk promosi barang-barang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasaran, dari pihak konsumen, merek digunakan untuk mengadakan pilihan barang yang akan dibeli.
Sedangkan, Menurut Imam Sjahputra, fungsi merek adalah sebagai berikut:
a. Sebagai tanda pembeda (pengenal);
b. Melindungi masyarakat konsumen ;
c. Menjaga dan mengamankan kepentingan produsen;
d. Memberi gengsi karena reputasi;
e. Jaminan kualitas.

       Undang-Undang Hak Merek
       UU Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek
a. Bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan Merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat.
b. Bahwa untuk hal tersebut di atas diperlukan pengaturan yang memadai tentang Merek guna memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat;
c.  Bahwa berdasarkan pertimbangan tersebut pada huruf a dan huruf b, serta memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Merek yang ada, dipandang perlu untuk mengganti Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 19 Tahun 1992 tentang Merek

            Latar belakang Undang-Undang Perindustrian
Sasaran pokok yang hendak dicapai dalam pembangunan jangka panjang adalah tercapainya keseimbangan antara pertanian dan industri serta perubahan-perubahan fundamental dalam struktur ekonomi Indonesia sehingga produksi nasional yang berasal dari luar pertanian akan merupakan bagian yang semakin besar dan industri menjadi tulang punggung ekonomi. Disamping itu pelaksanaan pembangunan sekaligus harus menjamin pembagian pendapatan yang merata bagi seluruh rakyat sesuai dengan rasa keadilan, dalam rangka mewujudkan keadilan sosial sehingga di satu pihak pembangunan itu tidak hanya ditujukan untuk meningkatkan produksi, melainkan sekaligus mencegah melebarnya jurang pemisah antara yang kaya dan yang miskin.
Dengan memperhatikan sasaran pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi tersebut, maka pembangunan industri memiliki peranan yang sangat penting. Dengan arah dan sasaran tersebut, pembangunan industri bukan saja berarti harus semakin ditingkatkan dan pertumbuhannya dipercepat sehingga mampu mempercepat terciptanya struktur ekonomi yang lebih seimbang, tetapi pelaksanaannya harus pula makin mampu memperluas kesempatan kerja, meningkatkan rangkaian proses produksi industri untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sehingga mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan ekspor hasil-hasil industri itu sendiri. Untuk mewujudkan sasaran tersebut, diperlukan perangkat hukum yang secara jelas mampu melandasi upaya pengaturan, pembinaan, dan pengembangan dalam arti yang seluas-luasnya tatanan dan seluruh kegiatan industri. Dalam rangka kebutuhan inilah Undang-Undang tentang Perindustrian ini disusun.Pemerintah diarahkan untuk menciptakan iklim usaha industri secara sehat dan mantap. Dalam hubungan ini, bidang usaha industri yang besar dan kuat membina serta membimbing yang kecil dan lemah agar dapat tumbuh dan berkembang menjadi kuat. Dengan iklim usaha industri yang sehat seperti itu, diharapkan industri akan dapat memberikan rangsangan yang besar dalam menciptakan lapangan kerja yang luas.

             UU No.5/1984
Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian industri adalah kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi, dan/atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 5 TAHUN 1984
TENTANG
PERINDUSTRIAN

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Menimbang:
a. bahwa tujuan pembangunan nasional adalah untuk mewujudkan suatu masyarakat adil dan makmur yang merata materiil dan spiritual berdasarkan Pancasila, serta bahwa hakikat Pembangunan Nasional adalah Pembangunan Manusia Indonesia seutuhnya, maka landasan pelaksanaan Pembangunan Nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945;
b. bahwa arah pembangunan jangka panjang di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional adalah tercapainya struktur ekonomi yang seimbang yang di dalamnya terdapat kemampuan dan kekuatan industri yang maju yang didukung oleh kekuatan dan kemampuan pertanian yang tangguh, serta merupakan pangkal tolak bagi bangsa Indonesia untuk tumbuh dan berkembang atas kekuatannya
sendiri;
c. bahwa untuk mencapai sasaran pembangunan di bidang ekonomi dalam pembangunan nasional, industri memegang peranan yang menentukan dan oleh karenanya perlu lebih dikembangkan secara seimbang dan terpadu dengan meningkatkan peran serta masyarakat secara aktif serta mendayagunakan secara
optimal seluruh sumber daya alam, manusia, dan dana yang tersedia;
d. bahwa berdasarkan hal-hal tersebut di atas dan untuk memberikan dasar yang kokoh bagi pengaturan, pembinaan, dan pengembangan industri secara mantap dan berkesinambungan serta belum adanya perangkat hukum yang secara menyeluruh mampu melandasinya, perlu dibentuk Undang-Undang tentang Perindustrian.
Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 27 ayat (2), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945;
2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1960 tentang Statistik (Lembaran Negara Tahun 1960 Nomor 109, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2048);
3. Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1967 tentang Pokok-Pokok Perkoperasian (Lembaran Negara Tahun 1967 Nomor 23, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2832);
4. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja (Lembaran Negara Tahun 1970 Nomor 1, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2918);
5. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah (Lembaran Negara Tahun 1974 Nomor 38, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3037);
6. Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 12, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3215);
7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234).
Dengan persetujuan:
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
Menetapkan:
UNDANG-UNDANG TENTANG PERINDUSTRIAN

             Konvensi Internasional tentang Hak Cipta
Konvensi internasional merupakan perjanjian antarnegara, para penguasa pemerintahan yang bersifat multilateral dan ketentuannya berlaku bagi masyarakat internasional secara keseluruhan. Hak Cipta adalah hak khusus bagi pencipta untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya. Termasuk ciptaan yang dilindungi adalah ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni. Kesimpulannya, Konvensi internasional tentang hak cipta adalah Perjanjian antar Negara yang melindungi hasil ciptaan dalam bidang ilmu pengetahuan, sastra dan seni yang berlaku bagi masyarakat internasional secara keseluruhan. Terkadang perjanjian tersebut telah mengalami revisi dan penyempurnaan berulang kali dengan tujuan memenuhi keinginan perlindungan terhadap hasil karya dari si pencipta. Beberapa contoh konvensi-konvensi internasional seperti Berner Convention atau Konvensi Berner, UCC (Universal Copyright Convention) dan beberapa contoh konvensi-konvensi lainnya tentang Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI).

             Berner Convention
Berner Convention atau Konvensi Berne tentang Perlindungan Karya Seni dan Sastra merupakan persetujuan internasional mengenai hak cipta, yang pertama kali disetujui di Bern, Swiss pada tahun 1886. Konvensi Bern mengikuti langkah Konvensi Paris pada tahun 1883, yang dengan cara serupa telah menetapkan kerangka perlindungan internasional atas jenis kekayaan intelektual lainnya, yaitu paten, merek, dan desain industri. Konvensi Bern direvisi di Paris pada tahun 1896 dan di Berlin pada tahun 1908, diselesaikan di Bern pada tahun 1914, direvisi di Roma pada tahun 1928, di Brussels pada tahun 1948, di Stockholm pada tahun 1967 dan di Paris pada tahun 1971, dan diubah pada tahun 1979. Pada Januari 2006, terdapat 160 negara anggota Konvensi Bern. Sebuah daftar lengkap yang berisi para peserta konvensi ini tersedia, disusun menurut nama negara atau disusun menurut tanggal pemberlakuannya di negara masing-masing. (Dikutip dari id.wikipedia.org)
Konvensi Bern, sebagai suatu konvensi di bidang hak cipta yang paling tua di dunia (1 Januari 1886), keseluruhannya tercatat 117 negara meratifikasi. Belanda, pada tanggal 1 November 1912 juga memberlakukan keikutsertaannya pada Konvensi Bern, selanjutnya menerapkan pelaksanaan Konvensi Bern di Indonesia. Beberapa negara bekas jajahan atau di bawah administrasi pemerintahan Inggris yang menandatangani Konvensi Bern 5 Desember 1887 yaitu Australia, Kanada, India, New Zealand dan Afrika Selatan.(Referensi: Margono Suyud, 2010, Hukum Hak Cipta di Indonesia Teori dan Analisis Harmonisasi Ketentuan World Trade Organization (WTO)-TRIPs Agreement, Ghalia Indonesia, Bogor)
Objek perlindungan hak cipta dalam konvensi ini adalah: karya-karya sastra dan seni yang meliputi segala hasil bidang sastra, ilmiah dan kesenian dalam cara atau bentuk pengutaraan apapun. Suatu hal yang terpenting dalam konvensi bern adalah mengenai perlindungan hak cipta yang diberikan terhadap para pencipta atau pemegang hak. Perlindungan diberikan pencipta dengan tidak menghiraukan apakah ada atau tidaknya perlindungan yang diberikan. Perlindungan yang diberikan adalah bahwa sipencipta yang tergabung dalam negara-negara yang terikat dalam konvensi ini memperoleh hak dalam luas dan berkerjanya disamakan dengan apa yang diberikan oleh pembuat undang-undang dari negara peserta sendiri jika digunakan secara langsung perundang-undanganya terhadap warga negaranya sendiri. Pengecualian diberikan kepada negara berkembang (reserve). Reserve ini hanya berlaku terhadap negara-negara yang melakukan ratifikasi dari protocol yang bersangkutan. Negara yang hendak melakukan pengecualian yang semacam ini dapat melakukannya demi kepentingan ekonomi, sosial, atau cultural.(Referensi: Saidin, S.H., M. Hum. Aspek Hukum dan Kekayaan Intelektual. Rajagrafindo. Jakarta. 1997 dam Lindsey dkk, Tim, Prof., B.A., LL.B., BLitt, Ph.D. Suatu Pengantar Hak Kekayaan Intelektual. P.T Alumni. Bandung. 2005)
Konvensi Bern, sebagai suatu konvensi di bidang hak cipta yang paling tua di dunia (1 Januari 1886) yang secara keseluruhannya tercatat 117 negara meratifikasi. Belanda pada 1 November 1912 juga memberlakukan keikutsertaannya pada Konvensi Bern, selanjutnya menerapkan pelaksanaan Konvensi Bern di Indonesia. Beberapa negara bekas jajahan atau di bawah administrasi pemerintahan Inggris yang menandatangani Konvensi Bern 5 Desember 1887 yaitu Australia, Kanada, India, New Zealand dan Afrika Selatan Konvensi Bern, Law Making Treaty, dengan memberlakukan secara terbuka bagi semua negara yang belum menjadi anggota. Keikutsertaan suatu negara sebagai anggota Konvensi Bern memuat tiga prinsip dasar, yang menimbulkan kewajiban negara peserta untuk menerapkan dalam perundang-undangan nasionalnya di bidang hak cipta, yaitu:
a.    Prinsip national treatment
Ciptaan yang berasal dari salah satu negara peserta perjanjian harus mendapat perlindungan hukum hak cipta yang sama seperti diperoleh ciptaan seorang pencipta warga negara sendiri
b.    Prinsip automatic protection
Pemberian perlindungan hukum harus diberikan secara langsung tanpa harus memenuhi syarat apapun (no conditional upon compliance with any formality)\
c.    Prinsip independence of protection
Bentuk perlindungan hukum hak cipta diberikan tanpa harus bergantung kepada pengaturan perlindungan hukum negara asal pencipta

             Universal Copyright Convention (UCC).
Konvensi Hak Cipta Universal (Universal Copyright Convention), yang diadopsi di Jenewa pada tahun 1952, adalah salah satu dari dua konvensi internasional utama yang melindungi hak cipta, yang lain adalah Konvensi Berne. UCC ini dikembangkan oleh Bangsa, Ilmu Pengetahuan dan Kebudayaan Pendidikan Amerika sebagai alternatif untuk Konvensi Berne bagi negara-negara yang tidak setuju dengan aspek dari Konvensi Berne, namun masih ingin berpartisipasi dalam beberapa bentuk perlindungan hak cipta multilateral. Negara-negara ini termasuk negara-negara berkembang dan Uni Soviet, yang berpikir bahwa perlindungan hak cipta yang kuat yang diberikan oleh Konvensi Berne terlalu diuntungkan Barat dikembangkan negara-negara pengekspor hak cipta, dan Amerika Serikat dan sebagian besar dari Amerika Latin. Amerika Serikat dan Amerika Latin sudah menjadi anggota dari konvensi hak cipta Pan-Amerika, yang lebih lemah dari Konvensi Berne. Berne Konvensi menyatakan juga menjadi pihak UCC, sehingga hak cipta mereka akan ada di non-konvensi Berne negara.(Dikutip dari en.wikipedia.org)
Universal Copyright Convention mulai berlaku pada tanggal 16 September 1955. Konvensi ini mengenai karya dari orang-orang yang tanpa kewarganegaraan dan orang-orang pelarian. Ini dapat dimengerti bahwa secara internasional hak cipta terhadap orang-orang yang tidak mempunyai kewarganegaraan atau orang-orang pelarian, perlu dilindungi. Dengan demikian salah satu dari tujuan perlindungan hak cipta tercapai. Dalam hal ini kepentingan negara-negara berkembang diperhatikan dengan memberikan batasan-batasan tertentu terhadap hak pencipta asli untuk menterjemahkan dan diupayakan untuk kepentingan pendidikan, penelitian dan ilmu pengetahuan. Konvensi bern menganut dasar falsafah eropa yang mengaggap hak cipta sebagai hak alamiah dari pada si pencipta pribadi, sehingga menonjolkan sifat individualis yang memberikan hak monopoli. Sedangkan Universal Copyright Convention mencoba untuk mempertemukan antara falsafah eropa dan amerika. Yang memandang hak monopoli yang diberikan kepada si pencipta diupayakan pula untuk memperhatikan kepentingan umum. Universal Copyright Convention mengganggap hak cipta ditimbulkan oleh karena adanya ketentuan yang memberikan hak seperti itu kepada pencipta. Sehingga ruang lingkup dan pengertian hak mengenai hak cipta itu dapat ditentukan oleh peraturan yang melahirkan hak tersebut. (Referensi: Saidin, S.H., M. Hum. Aspek Hukum dan Kekayaan Intelektual. Rajagrafindo. Jakarta. 1997 dam Lindsey dkk, Tim, Prof., B.A., LL.B., BLitt, Ph.D. Suatu Pengantar Hak Kekayaan Intelektual. P.T Alumni. Bandung. 2005)

Sumber :